Multi-styled Text Generator at TextSpace.net

Kamis, 29 Maret 2012

Makalah Intoleransi Laktosa


Makalah Intoleransi Laktosa


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala rahmat, hidayat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Biokimia Kebidanan yang membahas tentang Intoleransi Laktosa.
            Dalam penyusunan makalah ini, kami mengalami banyak kendala. Namun berkat kerjasama dari kelompok kami, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, meskipun demikian kami berkeyakinan bahwa diantara yang buruk/ kurang, tentu ada sekelumit kecil yang berguna, maka dengan kerendahan hati, kami memberanikan diri menyajikan makalah ini.
Semoga makalah  ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga harapan tujuan penulisan makalah ini dapat tercapai.
Amin.
Yogyakarta, maret 2012


Penyusun

i




DAFTAR ISI

Kata Pengantar                                                                                                                                                                   i
Daftar Isi                                                                                                                                                                               ii
Bab I : Pendahuluan
Latar Belakang                                                                                                                                                                    1
Manfaat                                                                                                                                                                                                2
Bab II : Pembahasan
Definisi Intoleransi Laktosa                                                                                                                                              3
Klasifikasi Intoleransi Laktosa                                                                                                                                        3
Gejala                                                                                                                                                                                    5
Penyebab Intoleransi Laktosa                                                                                                                                          5
Metode Diagnosis                                                                                                                                                                6
Penanganan Intoleransi Laktosa                                                                                                                                     7
Makanan Yang Mengandung Hidden Lactose                                                                                                             8
 Bab III : Penutup
Kesimpulan                                                                                                                                                                          9
Daftar Pustaka                                                                                                                                                                    10
Lampiran                                                                                                                                                                              ii




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa penyapihan, pada manusia, laktase terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase. Bisa dikatakan hampir setiap orang pernah mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak dari masa bayi hingga dewasa dan usia lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu atau produk susu. Saat usia bayi sampai usia balita adalah saat dimana konsumsi susu biasanya sangat diperlukan karena nilai gizi yang dikandung susu.
Namun pemberian susu formula kepada bayi hanya dilakukan bila susu formula memang benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi keadaan dimana bayi tidak bisa mendapatkan ASI karena berbagai sebab dan pertimbangan. Air Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan terbaik untuk bayi karena selain memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung komponen yang sangat spesifik, dan telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan tubuh) yang merupakan perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Menurut WHO, 98% wanita mempunyai kemampuan fisiologis untuk menyusui, jadi hanya 2% saja yang tidak dapat menyusui dengan alasan kemampuan fisiologis.
Suatu masalah yang mungkin penting bagi kesehatan masyarakat ialah intoleransi laktosa atau defisiensi laktose. Kelainan ini terdapat sangat luas di negeri yang sedang berkembang seperti di beberapa negara di Afrika, Asia dan Amerika. Angka kejadian intoleransi laktosa di Swedia diperkirakan berkisar antara 0,5 – 1,5%. Di Amerika Utara perkiraan jauh lebih rendah dari 0,5%.
Di Afrika angka kejadian intoleransi laktosa diperkirakan 81%, Muangthai 84% dan India 83%. Sedangkan di Indonesia angka kejadiannya juga tinggi, yaitu 86,4% pada anak yang mengalami malnutrisi energi protein, 72,2% bayi baru lahir, 51,3% anak umur 1 bulan – 2 tahun.

B.     Manfaat Laktosa
Laktosa merupakan sumber energi yang memasok hampir setengah keseluruhan kalori dalam susu (35-45%). Disamping itu laktosa juga penting untuk absorpsi kalsium. Namun studi klinis menunjukkan mineralisasi bayi yang mendapat formula susu sapi maupun formula kedelai tidak ada perbedaan.
Galaktosa yang merupakan hidrolisa laktosa adalah senyawa yang penting untuk pembentukan serebrosida. Serebrosida ini penting untuk perkembangan dan fungsi otak. Galaktosa juga dapat dibentuk tubuh dari bahan lain.
Karena itu keberadaan laktosa sebagai karbohidrat utama di susu mamalia, termasuk ASI merupakan hal yang unik. Proses evolusi terpilihnya laktosa menjadi satu-satunya sumber karbohidrat utama yang terdapat pada susu merupakan cerminan dari adanya fungsi laktosa yang penting pada bayi mamalia.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Intoleransi Laktosa
            Intoleransi laktosa adalah kondisi dimana laktase, sebuah enzim yang diperlukan untuk mencerna laktosa, tidak diproduksi dalam masa dewasa. Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari feses sehingga penderita akan mengalami diare. Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik terhadap makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi makanan jika mekanismenya melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan IgE. Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non alergi terhadap makanan.       
§  Intoleransi Laktosa Primer : populasi di mana intoleransi laktosa primer adalah norma telah menunjukkan tingkat kesehatan yang sama dengan barat (di luar masalah malnutrisi), atau kesehatan yang lebih baik.    
§  Intoleransi laktosa sekunder : Produk-produk susu merupakan sumber yang relatif baik dan mudah diakses kalsium dan kalium dan banyak mandat negara yang susu diperkaya dengan vitamin A dan D. Akibatnya, dalam masyarakat mengkonsumsi susu, susu sering menjadi sumber utama nutrisi dan, untuk lacto-vegetarian, merupakan sumber utama vitamin B 12. 
Individu yang mengurangi atau menghilangkan konsumsi susu harus mendapatkan nutrisi di tempat lain. Namun demikian, populasi Asia untuk siapa susu bukan merupakan bagian dari budaya makanan mereka tidak hadir kesehatan menurun dan kadang-kadang hadir di atas rata-rata kesehatan, seperti di Jepang. Berdasarkan pengganti susu tanaman tidak alami kaya kalsium, kalium, atau vitamin A atau D (dan, seperti produk-produk non-binatang yang paling, tidak mengandung vitamin B 12). Namun, merek terkemuka sering sukarela diperkaya dengan banyak nutrisi.    
            Peningkatan jumlah makanan yang diperkaya kalsium sarapan - seperti jus jeruk, roti, dan sereal kering - telah muncul di rak-rak supermarket. Banyak buah-buahan dan sayuran kaya akan kalium dan vitamin A; produk hewani seperti daging dan telur kaya akan vitamin B 12, dan tubuh manusia itu sendiri menghasilkan beberapa vitamin D dari paparan sinar matahari langsung. Akhirnya, seorang ahli diet atau dokter mungkin merekomendasikan suplemen vitamin atau mineral untuk menebus setiap kekurangan gizi yang tersisa. Produk susu Laktosa-reduced memiliki kandungan gizi yang sama seperti rekan-rekan mereka penuh laktosa, tapi rasa dan penampilan mereka mungkin berbeda sedikit.  
            Kebanyakan bayi dengan Gastroenteritis karena rotavirus tidak mengembangkan intoleransi laktosa, sehingga bayi ini tidak mendapat manfaat dari yang diletakkan pada diet bebas laktosa kecuali gejala-gejala intoleransi laktosa yang berat dan persisten.

B.     Klasifikasi Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa terjadi karena adanya defisiensi enzim laktose dalam brush border usus halus. Sampai sekarang dikenal 3 bentuk dari defisiensi laktose, yaitu
a.       Defisiensi laktose yang diwariskan
Defisiensi laktose yang diwariskan terjadi pada individu dengan genotif homozygot resesif. Kejadian jarang yaitu 1 perseratus ribu penduduk, sehingga sering sekali tidak dibicarakan, sedangkan defisiensi laktosa primer dan sekunder lebih sering terjadi.
b.      Defisiensi laktose primer
Defisiensi laktose primer terjadi sebagai akibat induksi sintesis laktose menurun, sebab laktose merupakan enzim yang sintesisnya dapat diinduksi. Ketidaksukaan minum susu mungkin merugikan, sebab tidak ada induksi enzim laktose.
c.       Defisiensi laktose sekunder
Defisiensi laktose sekunder yang menyertai malabsorbsi dapat terjadi pada kerusakan mukosa usus halus, misalnya akibat infeksi. Kejadian ini sering kali dijumpai pada anak diare setelah minum botol. Tentunya laktose tidak defisiensi lagi, bila kerusakan mukosa usus telah membaik dan infeksi telah teratasi.
           
C.    Gejala
            Orang yang mengalami intoleransi laktosa biasanya mempunyai batas toleransi untuk mengkonsumsi laktosa, yang jika mereka mengkonsumsi dalam batas ini maka mereka akan mengalami gejala yang minimal. Beberapa gejala intoleransi laktosa antara lain sakit perut, perut kembung dan diare. Kadang-kadang gejala intoleransi laktosa sering disalah artikan sebagai gejala dari irritable bowel syndrome (IBS), padahal penderita IBS bukanlah penderita intoleransi laktosa. Penderita IBS cenderung mengalami kesulitan dalam mentoleransi lemak.
Gejala batas toleransi laktosa yang muncul akibat dari konsumsi laktosa yang terlalu banyak adalah produksi gas yang berlebihan (kentut terus) atau serangan diare. Orang yang memiliki kelainan batas toleransi laktosa dapat meminum sekitar 250 ml susu setiap hari tanpa gejala yang parah.
Untuk menguji batas toleransi laktosa dapat dilakukan tes pernafasan hidrogen (hydrogen breath test) atau tes keasaman kotoran (stool acidity test) agar didapatkan diagnosis klinis. Orang yang menderita batas toleransi laktosa dapat mengkonsumsi produk-produk bebas-laktosa, misalnya susu kedelai, susu almond dan susu beras. Batas toleransi laktosa tidak sama dengan alergi susu, yang merupakan reaksi tubuh terhadap protein susu.

D.    Penyebab Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik, dimana penderita mempunyai laktase lebih sedikit dibanding orang normal. Beberapa faktor lain penyebab intoleransi laktosa antara lain :           
Ø  Gastroenteritis, dapat menyebabkan terjadinya penguraian enzim laktase yang dapat berlangsung sampai beberapa minggu.       
Ø  Infeksi parasit, dapat menyebabkan pengurangan jumlah laktase sementara waktu.
Ø  Defisiensi besi, rendahnya asupan besi dapat mengganggu pencernaan dan penyerapan laktosa, laktase, mengalami fermentasi oleh bakteri di saluran pencernaan, sehingga akan menyebabkan produksi gas hidrogen lebih banyak dari keadaan normal.    
Ø  Elimination diet merupakan diagnosa dengan cara meniadakan konsumsi makanan yang mengandung laktosa untuk melihat perbaikan gejala. Jika gejala muncul kembali ketika
makanan yang mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi terhadap laktosa.

E.     Metode Diagnosis     
Beberapa metode dapat digunakan untuk mendiagnosa intoleransi laktosa, antara lain:
·         Hydrogen breath test 
Merupakan pengujian terhadap jumlah gas hidrogen yang ditiupkan keluar melalui pernafasan. Laktosa, yang seharusnya dicerna oleh laktase, mengalami fermentasi oleh bakteri di saluran pencernaan, sehingga akan menyebabkan produksi gas hidrogen lebih banyak dari keadaan normal.
·         Elimination diet         
Merupakan diagnosa dengan cara meniadakan konsumsi makanan yang mengandung laktosa untuk melihat perbaikan gejala. Jika gejala muncul kembali ketika makanan yang mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi terhadap laktosa.
Diagnosis intoleransi laktosa juga dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yaitu :    
1)      Pengukuran pH tinja (pH < 6)           
2)      Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet “Clinitest” 
            Normal tidak terdapat gula dalam tinja         
            (+ = 0,5%, ++ = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%)      
3)      Laktosa loading (tolerance) test         
Setelah pasien dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgBB. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan dan setiap 1/2 jam kemudian sehingga 2 jam lamanya. Positif jika didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg%.
4)      Barium meal lactose   
Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Positif bila larutan barium lactose terlalu cepat keluar (1 jam) dan berarti sedikit yang diabsorbsi.
5)      Biopsi
Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktose dalam mukosa tersebut.

F.     Penanganan Intoleransi Laktosa
Banyak orang yang mengalami intoleransi laktosa mengatasinya dengan pembatasan konsumsi laktosa, seperti hanya minum segelas susu. Bagi mereka yang mengalami intoleransi laktosa, beberapa anjuran berikut ini mungkin dapat membantu:           
1.      Baca label pangan dengan seksama   
Bagi penderita intoleransi laktosa agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, penting untuk membaca label pangan dengan seksama pada bagian daftar bahan pangan  (i n g r e d i e n t ) . Produk pangan perlu dihindari/dibatasi jumlah yang dikonsumsi, jika mengandung bahan-bahan seperti berikut ini misalnya padatan susu, padatan susu bebas lemak, whey, gula susu.
2.      Mengkonsumsi produk susu fermentasi seperti keju matang (mature atau ripened cheeses), mentega atau yoghurt, karena umumnya jenis makanan ini ditoleransi lebih baik dibanding susu.
3.      Minum susu yang mengandung banyak lemak susu, karena lemak dapat memperlambat transportasi susu dalam saluran perncernaan sehingga dapat menyediakan waktu yang cukup untuk enzim laktase memecah gula susu.       
4.      Hindari mengkonsumi susu rendah atau bebas lemak oleh karena susu lebih cepat ditransportasi dalam usus besar dan cenderung menimbulkan gejala pada penderita intoleransi laktosa. Disamping itu, beberapa produk susu rendah lemak juga mengandung serbuk susu skim yang mengandung laktosa dalam dosis tinggi.      
5.      Jangan menghindari semua produk susu oleh karena nilai gizi susu pada dasarnya sangat dibutuhkan tubuh.
6.      Mengkonsumsi susu dengan laktosa yang telah diuraikan (susu bebas laktosa).
7.      Minum susu dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Banyak penderita intoleransi laktosa dapat meminum 240 ml susu per hari, tetapi perlu untuk mengamati/ seberapa besar tingkatan toleransi tubuh sendiri terhadap laktosa. Banyak penderita toleran terhadap sejumlah laktosa yang terdapat dalam setengah cangkir susu full cream, tiga perempat cangkir es krim, tiga perempat cangkir yoghurt, tiga perempat cangkir keju mentah (unripened cheeses).   
8.      Konsumsi produk susu yang diolah dengan proses pemanasan (seperti susu bubuk), karena pada pemanasan, laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa, sehingga produk seperti ini akan ditoleransi lebih baik.           
9.      Konsumsi produk kedelai karena produk kedelai bebas laktosa dan merupakan sumber kalsium yang bagus dan baik untuk menggantikan susu dan produk susu lainnya.

G.    Makanan yang Mengandung Hidden Lactose
Bagi yang memiliki intoleransi laktosa, sebaiknya juga menghindari makanan-makanan yang mengandung laktosa tersembunyi (hidden lactose) antara lain biskuit dan kue (yang mengandung susu atau padatan susu), sereal olahan, saus keju, sop krim, puding, coklat susu, pancakes dan pikelets, scrambled eggs, roti dan margarin (mengandung susu).          













BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
§  Laktosa adalah gula susu yang dipecah oleh enzim laktase, suatu enzim pencernaan yang terdapat dalam usus halus.
§  Intoleransi laktosa adalah berkurangnya kemampuan untuk mencerna laktosa, yang disebabkan oleh kekurangan enzim laktase.
§  Gejala-gejala intoleransi laktosa meliputi antara lain: perut kembung (banyak gas), sakit perut dan diare.
§  Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa, dapat dilakukan berbagai hal seperti membaca label pangan dengan seksama, pembatasan jumlah susu yang dikonsumsi dan pemilihan produk-produk susu.












DAFTAR PUSTAKA

Latief, A. & Wiharta, A.S. (1991). Intoleransi Laktosa dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit.
Wilson, L. & Price, S. (1995). Intoleransi Laktosa dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Sinuhaji, AB. (2006). Intoleransi Laktosa dalam Majalah Kedokteran Nusantara. Hal 424- 429.

Kamis, 01 Maret 2012

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI & BALITA MENINGOKEL DAN ENSEFALOKEL


TUGAS MATA KULIAH : ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI & BALITA
MENINGOKEL DAN ENSEFALOKEL

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
            Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-NYA kepada kita semua karena dengan izin-Nya-lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Topik Makalah kami adalah Meningokel dan Ensefalokel. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dimana masih terdapat kekurangan-kekurangan yang tentunya masih diharapkan perbaikannya, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari dosen pembimbing serta teman-teman semua guna perbaikan dan kesempurnaan isi makalah ini.
Terima kasih kami ucapkan untuk semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini karena tanpa bantuan dan kerjasamanya makalah ini tidak akan tersusun seperti ini. 
Wassalam.....
 Yogyakarta, Maret 2012
        Penulis    





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Cacat bawaan adalah suatu kelainan/cacat yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa perinatal. Cacat ini dapat akibat penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan (bahan mutagenik) maupun setelah terjadi pembuahan (bahan teratogenik).
Bila cacat bawaan terutama malformasi multipel disertai dengan retardasi mental dan kelainan rajah tangan (dermataoglifi) memberikan kecurigaan kelainan genetik (kromosomal). Penyakit genetik adalah penyakit yang terjadi akibat cacat bahan keturunan pada saat sebelum dan sedang terjadi pembuahan. Penyakit genetik tidak selalu akibat pewarisan dan diwariskan, dapat pula terjadi mutasi secara spontan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Penyakit infeksi dalam kandungan, pengaruh lingkungan seperti radiasi sinar radioaktif dan kekurangan/kelebihan bahan nutrisi juga dapat menyebabkan cacat bawaan.
Kelainan bawaan pada neonatus dapat terjadi pada berbagai organ tubuh. Diantaranya meningokel dan ensefalokel. Meningokel dan ensefalokel merupakan kelainan bawaan di mana terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar melalui lubang pada tengkorak atau tulang belakang.
Meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis ( dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal. Ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian ini terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan operasi.

B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi meningokel ensefalokel
2.      Untuk mengetahui etiologi meningokel ensefalokel
3.      Untuk mengetahui gejala meningokel ensefalokel
4.      Menangani adanya meningokel ensefalokel






















BAB II
PEMBAHASAN

I.            MENINGOKEL

a.      Definisi
Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis tulang belakang yang umumnya terdapat di daerah lumbo-sakral. Lapisan meningel berupa durameter dan arachnoid ke luar kanalis vertebralis, sedangkan medulla spinalis masih di tempat yang normal. Benjolan ditutup dengan membrane tipis yang semi-transparan berwarna kebiru-biruan atau ditutup sama sekali oleh kulit yang dapat menunjukkan hipertrikhosis atau nevus. Pada transiluminasi tidak terlihat jaringan saraf pusat di dinding benjolan.
Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.

b.      Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah. Risiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus, siringomielia, serta dislokasi pinggul.

c.       Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar sarf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar sarf yang terkena.
Terdapat tiga jenis spina bifida, yaitu :
1)      Spina bifida okulta, merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2)      Meningokel, yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3)      Mielokel, merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit di atasnya tampak kasar dan merah.
Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya, kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia uri (besar) maupun inkontinensia tinja, korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida okulta, adalah seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang), lekukan pada daerah sakrum.




d.      Diagnosis
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif yang palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.
II.            ENSEPHALOKEL
http://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/images/encephalocele-web.jpg




a.      Definisi
Ensephalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit. Terbanyak di daerah oksipital.
Ensefalokel terjadi akibat kegagalan menutupnya pembuluh saraf selama perkembangan janin di awal kehamilan. Akibatnya, terbentuk celah yang dapat terjadi di sepanjang garis tengah kepala. Bisa di belakang kepala, puncak kepala, atau di antara dahi dan hidung. Melalui celah inilah, sebagian struktur otak dan selaput otak keluar. Akibat kelainan ini: kelumpuhan anggota gerak, keterlambatan perkembangan, retardasi mental, dan kejang berulang.

b.      Etiologi
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang tertalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup.
Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat–obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
Ensefalokel dapat juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.

c.       Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuahn keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan, mikrosefalus, gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan, ataksia, serta kejang. Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel sering kali disertai denga kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.

d.      Pencegahan
Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan jauh jauh hari. Misalnya, mengonsumsi makanan bergizi serta menambah supfemen yang mengandung asam folat. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi_ Salah satunya, encephalocele atau ensefalokel. Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. pengobatan lainnya bersifat, simtomatis dan suportif. Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang menyertainya.
Sumber asam folat banyak didapatkan dari:
  • Sayuran seperti bayam, asparagus, brokoli, lobak hijau, selada romaine, kecambah.
  • Kacang segar atau kering, kacang polong, gandum, biji bunga matahari. Produk biji-bijian yang diperkaya (pasta, sereal, roti)
  • Buah-buahan seperti: jeruk, tomat, nanas, melon , jeruk bali, pisang, strawberry, alpukat, pisang
  • Susu dan produk susu seperti keju yoghurt.
  • Hati
  • Putih Telur.
III.          PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel,dan ensefalokel adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifina, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan.
IV.              PENCEGAHAN
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
V.              PENATALAKSANAAN
1)      Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
  1. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi.
  2. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah dilakukan pembedahan atau juga kemungkinan terjadinya meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang , kejang, dan ubun-ubun besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak tidaknya gerakan tungkai dan kaki, clbbed feet, retensi urine, dan kerusakan kulit akibat iritasi urine dan feses.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kelainan bawaan pada bayi berupa meningokel dan ensefalokel. Meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Sedangkan ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian ini terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan operasi.

B.      Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu pengetahuan kepada pembaca. penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu harapan penulis kepada pembaca semua agar bersedia memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.



DAFTAR PUSTAKA

Medikaprawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC
Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya